www.dadangkadarusman.com
Kali ini, sibuk beneran. Bukan sibuk dari Hong Kong. Sudah
berusaha disiplin soal waktu. Sudah berusaha bekerja seefisien mungkin. Dan, sudah
berusaha untuk fokus kepada tugas-tugas yang mesti diselesaikan tepat waktu.
Tapi, memang pekerjaannya sangat banyak. Jadi, bagaimana pun gigihnya bekerja,
tetap saja hari-hari kerja kita selalu dikejar-kejar oleh tugas demi tugas yang
mengalir terus tanpa henti. Kita, benar-benar sibuk. Tidak dibuat-buat. Tidak
berpura-pura. Dan tidak ada waktu yang disia-siakan. Bagaimana bisa menjaga
perasaan tetap positif jika demikian?
Dalam salah satu periode karir prosefesional saya, ada masa dimana
saya memegang 3 jabatan berbeda. Bukan sementara waktu karena – misalnya –
orang yang mestinya bertugas sedang cuti hamil 3 bulan. Bukan karena sedang
merekrut professional, dan bukan juga sekedar sebuah test. Hampir setiap pagi
saya tiba di kantor sebelum jam 7. Tidak berat sih kalo soal itu. Karena saya
termasuk ‘orang pagi’. Terbiasa bangun subuh dan beraktivitas seawal mungkin.
Jadi, soal itu tidak jadi masalah. Tapi kadang saya harus bekerja sampai larut
malam. Bahkan, makan siang pun di pantry kantor. Saya tahu jika orang lain pun
sangat sibuk di kantor kami. Tapi, mungkin orang lain tidak sesibuk itu. Pada
awalnya, saya juga khawatir tidak bisa menjalaninya dengan baik. Namun
ternyata, hal itu sangat mengasyikan. Tahukah Anda darimana saya mendapatkan
energy dan semangat setinggi itu? Begini.
Setiap kali pulang atau pergi dari kantor, saya melintasi sebuah
jembatan layang. Jembatan itu melintasi jalan toll yang berada dibawahnya.
Dikedua sisinya, jembatan itu dilengkapi dengan pembatas terbuat dari lempengan
logam yang dianyam. Semacam jaring untuk menjaga keamanan para pelintasnya.
Selain dinding jarring yang kokoh, jembatan itu dilengkapi dengan semacam
trotoar. Meskipun jarang sekali ada orang yang menyeberang dengan berjalan kaki
disitu. Sekalipun demikian, jembatan itu selalu ramai dengan sejumlah orang.
Saya kira, tidak berlebihan jika saya mengatakan ‘selalu’. Karena, tidak peduli
jam berapapun Anda melintas dijalan itu. Anda akan selalu menemukan sejumlah
orang disitu. Termasuk, jika Anda pulang dari kantor jam satu pagi. Orang itu
pun masih berasa disitu. Siapakah gerangan orang-orang itu?
Daripada mencari identitas mereka, saya lebih tertarik dengan ‘apa
yang mereka lakukan’ disitu. Rupanya, mereka menantikan ‘siapa tahu’ ada
pekerjaan ‘melintas’ kesana. Ya. Mereka menantikan pekerjaan mendatangi mereka.
Kadang-kadang, truk pasir berhenti disana jam sebelas malam. Lalu mengijinkan
dua atau tiga orang naik, untuk kemudian menuju ke tempat pasir diangkut.
Sementara orang-orang yang tidak kebagian pekerjaan itu, mesti menunggu truk
lainnya datang. Itu pun, jika masih ada truk lainnya itu. Kadang-kadang. Mobil
pribadi pun berhenti. Untuk memberikan pekerjaan membersihkan selokan didepan
rumah. Atau pekerjaan apa saja yang bisa mereka lakukan dengan cangkul dan sekop.
“Ini Jakarta lho…” begitulah saya membatin.
Orang rela standby selama 24 jam dengan hanya duduk atau berbaring
beralaskan kardus untuk menantikan pekerjaan melintas disana. Meski Jakarta
panas, tapi kalau malam hari ya tetap dingin juga. Belum lagi dengan hembusan
angin hasil terpaan mobil-mobil besar yang melintasi jalan tol dibawahnya.
Mereka hanya menutupi tubuhnya dengan kain sarung. Jangan tanya lagi seperti
apa keadaannya jika musim hujan seperti sekarang ini. Demi menantikan pekerjaan
melintas disana, mereka rela melakukan apa pun yang tidak akan sanggup
dilakukan oleh orang kantoran seperti kita.
Orang kantoran, eh?
Kursi empuk. Ruang ber-AC. Gaji bulanan yang sudah pasti.
Pekerjaan yang sudah jelas. Namun. Masih mengeluhkan betapa pekerjaan ini tidak
selesai-selesai sih!
Saya tidak tahu apakah pekerjaan Anda sebanyak pekerjaan yang
mesti saya selesaikan. Jam 12 malam, kadang saya masih berada di conference
room untuk melakukan video conference dengan boss atau kolega yang berjarak 12
jam di belahan dunia lain. Atau, jam 11 malam boss saya kembali ke kantor untuk
menanyakan ‘how is the progress?’ karena dia pun sedang ditunggu boss besarnya
di New York. Hari sabtu tengah malam telepon saya berbunyi lalu suara
diseberang terdengar ‘Dadang, could you give me a favor, please….?’ Saya tidak
tahu apakah kesibukan Anda sampai seperti itu. Atau mungkin lebih dari itu.
Tapi. Saya menemukan di jembatan layang itu. Orang-orang yang
merindukan pekerjaan sedemikian kangennya sehingga mereka rela menanti. Truk
demi truk dengan penuh harap. Menatap langsung ke mata setiap pengemudi mobil
pribadi; siapa tahu orang kaya yang melintas disitu punya masalah dengan
selokan depan rumahnya yang mampet. Atau, sedang terganggu kenyamanan hidupnya
dengan tumpukan sisa bongkaran rumah yang baru direnovasi. Apa saja deh. Yang
penting ada pekerjaan. Karena setiap pekerjaan, berarti sesuap nasi.
Saya?
Punya begitu banyak pekerjaan.
Mereka. Punya begitu banyak kerinduan terhadap pekerjaan.
Menangis mereka dalam ketiadaan pekerjaan setiap hari yang mesti
mereka alami.
Kita? Bagaimana pun juga. Hidup kita dengan tumpukan pekerjaan
yang saat ini tengah kita keluhkan itu jauuuuuuuuuh…. lebih baik dari pada
kehidupan orang-orang yang mencari-cari pekerjaan.
Itulah yang membuat energy saya ketika bekerja itu nyaris tidak
pernah ada habis-habisnya. Kepada istri saya mengatakan;’izinkan saya untuk
menguji sampai dimana batas tertinggi kemampuan saya dalam bekerja.’ Saya
meminta izin kepadanya untuk mengeksplorasi, hingga dibatas mana kita bisa
bekerja. Dan sungguh. Saya tidak menemukan batas itu. Sehingga hanya kesadaran
bahwa tubuh kita punya hak sendiri untuk beristirahat. Sama seperti keluarga
kita berhak untuk mendapatkan perhatian kita. Itulah yang menyebabkan saya
pulang ke rumah. Untuk berangkat lagi dikeesokan paginya.
Ini bukan tentang saya. Ini adalah tentang kita. Tentang
orang-orang yang sudah memutuskan untuk memilih menjadi pekerja professional.
Tentang sebuah penemuan bahwa; ketika kita menyadari betapa berharganya
pekerjaan kita, maka kita tidak akan tega mengeluhkannya. Ketika kita menemukan
betapa bernilainya pekerjaan kita, maka semakin banyak dia semakin bahagia
kita. Maka jika Anda masih mengeluh tentang pekerjaan kita, barangkali; Anda
perlu sesekali melintasi jembatan layang itu. Perhatikanlah. Dan renungkanlah.
Sampai Anda temukan bahwa; diantara anugerah tertinggi yang Anda dapatkan dalam
hidup adalah; pekerjaan yang saat ini Anda miliki.
Jika dari perenungan itu saya menemukan tambahan energy yang
tinggi untuk terus mengeksplorasi diri. Maka saya yakin Anda pun akan menemukan
hal yang sama. Namun jika Anda belum menemukannya juga, izinkan saya
menyampaikan sebuah resep rahasia lainnya. Resep itu adalah sebuah kalimat
sederhana yang bunyinya begini; “…. Setiap waktu, Dia dalam keadaan
sibuk….” Demikianlah Tuhan menggambarkan dirinya sendiri dalam surah 55
(Ar-Rahman) ayat 29. Tuhan pun sibuk sekali. Lalu didalam ayat 30 berikutnya,
Dia mengatakan “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang hendak engkau
ingkari?”
Sahabatku. Saya paham benar jika Anda sangat sibuk. Sebab saya
pernah berada dalam kesibukan seperti yang sekarang Anda alami. Orang lain pun.
Mungkin ada yang tidak kalah sibuknya, atau bahkan lebih sibuk daripada kita.
Melelahkan memang. Mengesalkan kadang. Menjengkelkan mungkin. Namun jika kita
menyimak orang lain yang tidak punya pekerjaan itu. Dan jika kita merenungkan
firman Tuhan itu. Maka kita akan menemukan bahwa kesibukan kita, merupakan
salah satu nikmat tak ternilai. Karena dengan kesibukan itu. Kita. Bisa
menjalani kesibukan bersama Tuhan. Bayangkan. Tuhan itu maha sibuk. Maka
beruntunglah orang-orang yang sibuk. Karena orang sibuk yang hatinya dipenuhi
cahaya Ilahi, tahu bahwa dia; berkerja bersama Tuhannya. Jadi, meskipun sibuk
hingga ke ubun-ubun; hatinya tetap saja bersih. Dan hari-harinya, tetap saja
indah. Insya Allah ya. Cobain deh.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!DEKA – Dadang Kadarusman – 14 Januari 2013
www.dadangkadarusman.com
Leadership and Personnel Development Trainer
0812 19899 737 or Ms. Vivi at 0812 1040 3327
PIN BB DeKa : 2A495F1D
Catatan Kaki:
Kita mengeluhkan pekerjaan yang terlalu banyak hanya ketika kita
tidak benar-benar menyadari betapa berharganya pekerjaan ini. Bagaimana pun
juga, jauh lebih baik sibuk sekali daripada tidak memiliki pekerjaan.
Ingin mendapatkan
kiriman artikel “P (=Personalism)” secara rutin langsung dari Dadang
Kadarusman? Kunjungi dan bergabung di http://finance.groups.yahoo.com/group/NatIn/
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai
bermanfaat bagi yang lain, langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi
tolong, jangan diklaim sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak
berkurang karenanya.
Dare to invite Dadang to speak for your company?
Call him @ 0812 19899 737 or Ms. Vivi @ 0812 1040 3327
No comments:
Post a Comment