Tuesday, May 8, 2012

Kemacetan Lalu Lintas Jakarta: Problem dan Solusi


Oleh: Mohammad Iqbal

Sebenarnya sudah lama saya ingin menulis tentang kemacetan lalu lintas. Sejak dulu, waktu pertama kali saya tiba dan bermukim di Jakarta sekitar setahun lalu, saya sudah ingin mengomentari kemacetan lalu lintas di Jakarta yang makin menggila.

Kenapa waktu itu saya tidak langsung menulis dan berkomentar mengenai hal ini? Karena saya ingin melihat terlebih dahulu bagaimana upaya pemerintah Kota DKI Jakarta dalam melepaskan diri dari jerat kemacetan. Waktu itu saya pikir, kita perlu melihat dulu, mungkin ada strategi, taktis, rencana dan action yang dilakukan pihak berwenang dalam mengatasi persoalan kemacetan lalu lintas. Namun setelah setahun hidup di Jakarta dan setiap hari bergumul dengan kemacetan, saya berkesimpulan; "perlu penjahat bertangan besi yang dijadikan gubernur dan kemudian dia mengambil tindakan radikal demi menyelesaikan problem kemacetan."


Salah satu titik kemacetan di sekitar Slipi-Pejompongan. Hal yang sudah biasa terjadi di setiap persimpangan jalan di Ibu Kota Jakarta.

Sampai se-ekstrem itu? Sehingga penjahatpun perlu dipilih jadi pemimpin asal ia dan gank-nya, bisa menuntaskan masalah kemacetan di Ibu Kota?

Betapa tidak?

Karena saya melihat, dalam setahun ini pemerintah belum mengambil upaya atau kebijakan yang berarti dalam mengurangi kemacetan lalu lintas. Pemerintah, yang sebenarnya memiliki semua perangkat (misalnya Departemen Perhubungan, Pekerjaan Umum, Polantas, Jasamarga, dll.), energi, dana dan landasan hukum serta semua yang dibutuhkan untuk mengelola persoalan kemacetan ternyata tidak berkutik menghadapi persoalan kemacetan lalu lintas Ibu kota. Sampai detik ini, pemerintah tidak berupaya secara sistematis, terencana, terintegrasi, terdanai dengan cukup dan tereksekusi dengan baik. Dan, saya pikir, dengan gubernur yang sama, juga pola kepemimpinan yang sama, sampai kapanpun pemerintah tidak akan berbuat banyak.

Kemacetan di Jakarta sudah terjadi sejak dulu, mungkin lebih dari dasa warsa ini dan tetap berlanjut bahkan kini makin akut. Bukannya malah ada perbaikan, tetapi makin bertambah parah dan hampir mustahil diselesaikaan.

Problema kemacetan sejatinya bukan hanya masalah Jakarta. Kemacetan sebenarnya isu nasional. Kemacetan terjadi hampir di semua kota besar di negeri ini; di Bandung, Surabaya, Medan, Denpasar dan sebagainya. Bahkan, kota Solo, Jogya atau Semarang pun lambat laun nanti akan memiliki problem yang sama, bila pemerintah secara nasional tidak mengantisipasinya. Yang perlu dipahami, bahwa karakteristik problem kemacetan di semua kota tersebut adalah sama. Artinya, kemacetan bukan semata kesalahan pemeritah daerah, melainkan juga dampak dari kebijakan di tingkat nasional. Kemacetan di Jakarta, jelas-jelas memerlukan kebijakan di tingkat nasional.

Dulu, sekitar 7 tahun lalu, ketika saya masih berdomisili di Denpasar, kemacetan dan buruknya sistem transportasi di Ibu Kota Pulau Dewata itu sudah lumayan parah dan merugikan hampir semua bisnis pariwisata. Problem kemacetan di Denpasar ternyata mirip dengan apa yang terjadi di Jakarta, yakni antara lain; 1. Tingginya jumlah kendaraan pribadi, 2. Lonjakan penduduk ke daerah urban, 3. Buruknya sistem transportasi publik, 4. Rendahnya kualitas sarana dan prasarana transportasi umum, 5. Rendahnya pertumbuhan atau penambahan ruas jalan baru, 6. Rendahnya kedisiplinan pengguna jalan, 7. Banyaknya dan kuatnya mafia jaringan transportasi yang menguasai rute-rute atau trayek kendaraan umum, 8. In-konsistensi penegakan hukum, 9. Kuatnya budaya korupsi, 10. dan yang utama; lemahnya koordinasi sistem transportasi antara para pemangku kepentingan, 11. serta, yang juga tidak kalah penting adalah tiadanya figur pemimpin yang bisa bekerja secara nyata dan menginspirasi semua stakholders untuk memprioritaskan dan penyelesaian problema ini.

Ketika saya masih kuliah, sempat mewawancarai Dekan Fakultas Ekonomi Univeritas Udayana Bali yang juga sekaligus Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI). Kendala yang paling sulit diatasi Bali saat itu adalah kuatnya dominasi mafia pemilik trayek angkutan umum. Juga ditambah dengan lemahnya penegakan hukum di sektor perhubungan.

Menurut Ketua MTI waktu itu, bukannya Indonesia tidak memiliki pakar transportasi, atau minimnya SDM di bidang manajemen perhubungan dan transportasi umum, tetapi persoalan sebenarnya lebih pada lemahnya otoritas dan para ahli dalam "melawan" korupsi, nepotisme dan mafia bisnis transportasi.

Saya sangat setuju dengan Ketua MTI, bahwa kita punya banyak pakar transportasi. Perguruan Tinggi di Indonesia juga mencetak ratusan sarjana manajemen transportasi tiap tahunnya, belum lagi puluhan sarjana bidang transportasi lulusan kampus bergensi di luar negeri. Plus, masing-masing departemen terkait baik di pemerintahan, legislatif (DPR) hingga asosiasi dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), juga pasti memiliki staf ahli di bidang manajemen transportasi publik. Tapi, tetap saja mereka tidak berkutik melawan "mafia transportasi umum". Ilmu dan keahlian mereka dikerdilkan oleh kekuatan mafia yang dilindungi penguasa dan didukung oknum polisi dan militer.

Sehingga saya berkesimpulan, bahwa tidak perlu para pakar turun tangan menyelesaikan persoalan ini. Cukup seorang penjahat nasional yang punya nurani dan mau bekerja kemudian mengambil tindakan revolusioner.

Oleh karena itu, sebagai seorang yang awam bidang transportasi, saya memberanikan diri menyumbangkan beberapa ide penyelesaian. Tentunya, dari perspektif yang sederhana seorang warga pengguna jalan dan transportasi umum. Ingat, ini adalah usulan dari seorang sarjana pariwisata yang minim seluk-beluk perhubungan. Anda bisa bayangkan bahwa pasti ada banyak ide kreatif dan spektakuler yang dicetuskan oleh oleh para pakar, yang biasanya didahului dengan riset dan investigasi.

Berikut adalah beberapa upaya yang mungkin bisa diterapkan:

Pertama;
Perbanyak, perlebar dan perpanjang jalan umum, bukan jalan tol.

Seorang kawan di Dubai bercerita bahwa di negeri itu, setiap minggu pengguna jalan hampir dipastikan bingung. Bukan karena apa, tapi karena kaget melihat ada penambahan ruas jalan baru yang ia masih belum tahu akan berujung ke wilayah mana. "I am sure, if I cross this area next week, I'll find a new road," ujar Ahmed, yang kini tinggal di Bahrain.

Nah, bagaimana dengan Jakarta? Alih-alih menambah ruas jalan. Jalan yang sudah ada saja banyak yang dibiarkan rusak. Jalan juga menyempit karena galian yang tambal sulam silih berganti tidak berkesudahan. Diperparah lagi dengan okupasi pedagang kaki lima yang merasa tindakannya legal karena sudah membayar uang keamanan kepada preman setempat.

Antrian panjang di salah satu pintu jalan tol di sepanjang Jl. Gatot Subroto
tertulis "jalan tol hanya untuk kendaraan bermotor roda empat atau lebih"

Penambahan dan perbaikan jalan umum harus ditingkatkan untuk mengimbangi angka pertumbuhan kendaraan. Dan, yang namanya jalan umum atau jalan raya mestinya diperuntukkan untuk umum, bukan hanya untuk orang yang mampu membayar. Warga seharusnya bebas mengakses jalan umum karena telah membayar pajak. Penghasilan pajak mestinya diwujudkan lebih besar untuk pembangunan infrastruktur seperti perbaikan dan pembangunan jalan raya, jembatan, trotoar, penerangan di jalan raya, taman kota dan sebagainya, bukannya habis hanya untuk gaji PNS (Pegawai Negeri Sipil) saja. Sebagai perbandingan, Hongkong sudah membongkar semua jalan tol dan menggantinya dengan infrastruktur yang menunjang transportasi masal seperti MRT, Monorail, Skytrain, Trem dan sebagainya. Sementara kita berlomba-lomba membangun jalan tol yang jelas-jelas memicu kemacetan, membebani pengguna jalan dan menguntungkan kelompok bisnis tertentu saja.

Kedua;
Perbaiki kualitas transportasi publik dan perbanyak armada.

Sudah terlalu banyak berita dan headline media massa yang mengekspose buruknya kondisi moda transportasi umum kita. Media massa nasional seringkali mempertontonkan kondisi angkutan umum yang tidak layak beroperasi. Salah satu headline tertulis "Dishub nilai 95 persen angkutan umum di Jakarta tidak laik operasi". Dalam pandangan saya, kondisi angkot seperti metromini, kopaja, kopamilet, dsb. sudah bahkan bisa disebut tidak manusiawi. Artinya, manusia sebenarnya tidak patut menumpangi angkok tersebut, karena memang sudah terlalu tua, rusak, bobrok, tidak terurus, dan sangat tidak aman untuk dikendarai. Selain reot, kaca jendela pecah, tempat duduk penumpang jebol, mesin mengepulkan asap hitam pekat, dan bahkan lantai berlobang. Sungguh, jauh dari standar keselamatan. Saya sendiri pernah hampir terperosok jatuh ke lantai bus yang jebol, tepatnya metromini jurusan kota-senen. Belum lagi perilaku supir yang sangat ugal-ugalan dan sebagian cenderung bertindak kriminal.

Bagaimana mungkin orang beralih ke transportasi umum, bila angkot kita kumuh dan tidak manusiawi? Warga Jakarta membutuhkan angkutan umum yang bersih, aman, nyaman, tertib, tepat waktu, dan tersedia 24jam. Tanpa itu, orang tetap menggunakan kendaraan pribadi. Data menunjukkan hanya sekitar 2% pengguna angkutan umum di Jakarta, selebihnya merasa nyaman rame-rame membakar bensin di jalan raya dengan kendaraan pribadi mereka.

Selain kualitas, ketersediaan (kuantitas) angkutan umum kita juga terbatas, contohnya TransJakarta. Kian hari, kondisi moda transportasi andalan Jakarta itu makin memperihatinkan. Selain tidak mencukupinya jumlah armada terutama pada jam-jam sibuk, terminal TransJakarta mulai banyak yang rusak dan dibiarkan begitu saja. Armada juga kumuh tidak terawat. Penumpang seringkali menunggu terlalu lama dan akhirnya berdesak-desakan, membuat TransJakarta menjadi tempat yang sempurna bagi para pencopet, jambret hingga lelaki hidung belang melancarkan aksinya. Jalan khusus yang diperuntukkan TransJakarta (busway) seringkali melompong tidak terpakai, sehingga mengundang para pengendara kendaraan pribadi ikut menggunakan. Maka jangan salahkan mereka menerobos dan menggunakan jalur busway karena tergiur lengangnya jalan itu. Saya yakin, kalau saja setiap 2 atau 4 menit selalu ada armada Transjakarta yang melintas, tidak satupun kendaraan pribadi berani melintas.

Penumpang TransJakarta terpaksa mengantri panjang hingga di Jembatan, bus TransJakarta selalu penuh berjejal, jauh dari rasa nyaman dan aman.

Ketiga;
Perbaiki infrastruktur pendukung

Bukan hanya jalan yang perlu diperbaiki kualitas dan kuantitasnya. Prasarana lain juga harus ditingkatkan, misalnya jembatan, trotoar, tempat sampah di sepanjang trotoar dan citywalk/citypark, marka jalan, rambu-rambu lalu lintas, terminal dan halte yang bersih, rapi, aman dan tertib. Hal yang sama berlaku untuk stasiun kereta api. Tentunya, kereta api atau bus umum makin nampak "seksi" di mata penumpang bila area terminal/stasiun ditata dengan baik, bersih, aman, nyaman dan tertib.

Keempat;
Perkuat dan perbanyak jaringan transportasi umum yang terpadu.

Para ahli mesti merencanakan suatu sistem transportasi masal yang terpadu untuk semua, dan ini mesti direncanakan untuk berkembang dalam kurun 30 hingga 100 tahun ke depan. Bayangkan suatu jaringan transportasi publik yang benar-benar masal, terkoneksi dengan baik 24 jam sehari 7 hari seminggu, mulai dari airport, stasiun kereta cepat, terminal bis kota, halte hingga pelabuhan. Yang menghubungkan pusat kota, pusat bisnis, sentra perdagangan dan perbelanjaan, obyek dan daya tarik wisata hingga menjangkau sub-urban dan daerah penyangga. Contoh konkritnya adalah dibangunnya MRT (Mass Rapid Train) yang melingkar menghubungkan seluruh ruas jalan utama se Jabodetabek. Sekali lagi, MRT ini harus bersih, aman, nyaman, murah, tersedia 24 jam, tepat waktu dan jumlahnya memadai. Dengan begitu, makin banyak orang tertarik menggunakan MRT, Transjakarta dan moda angkutan umum lainnya. Angkot benar-benar menjadi angkutan umum yang digunakan masyarakat dari semua kelas dan strata sosial, mulai karyawan biasa, direksi suatu perusahaan, pebisnis, hingga owner suatu badan usaha. Hingga saat ini, angkutan umum kita bukanlah angkutan umum dalam arti sebenarnya, melainkan angkutan untuk rakyat jelata. Kalau toh ada warga dari kelas menengah keatas menggunakan angkutan umum, itu lebih karena mereka terpaksa.

Antrian panjang di sebuah SPBU, menunggu giliran untuk ramai-ramai bakar uang dan bakar bensin di jalan raya.

Kelima;
Pertegas aturan.

Pemerintah seharusnya berani menindak tegas setiap pelanggaran. Bila aturannya menyebutkan peremajaan armada dilakukan setelah usia kendaraan berumur 5 tahun, maka itu harus benar-benar diterapkan tanpa pandang bulu. Yang terjadi, hampir semua kendaraan umum berumur puluhan tahun dan dinas perhubungan membiarkannya beroperasi. Kalau tidak karena terpaksa, siapa yang mau menumpangi metromini reot? Saya mencurigai terjadinya kong-kali-kong antara dinas perhubungan, perpajakan dan pemilik/pengusaha angkutan umum.

Masalah tidak berhenti disitu. Disiplin dan perilaku pengemudi angkutan umum juga wajib dibenahi. Tidak cukup dengan hanya menangkap dan mengadili supir kriminal, tetapi juga memberikan sanksi hingga pencabutan ijin bagi pengusaha transportasi bila karyawannya terbukti berbuat "anarki" di jalan raya.

Dalam menilang pelanggar lalu lintas, polisi juga harus steril dari aksi suap, dan pungli. Ide menerbitkan surat tilang dalam bentuk tiket yang dibayar lewat bank dan direkap setiap tahun saat pembayaran pajak, menjadi solusi yang terbukti sudah sukses di banyak negara. Kenapa kita tidak copy-paste saja sistem itu? Lagi-lagi, ini masalah mental dan budaya mafia di negeri ini.

Keenam;
Perketat kepemilikan kendaraan pribadi.

Entah benar atau tidak, saya mendengar dari teman yang bekerja di bagian sales sebuah perusahaan otomotif; bahwa bila seseorang telah memiliki satu mobil, maka dia harus membayar pajak lebih besar sekian persen untuk mobil yang kedua. Bagaimana dengan motor? Apakah cara ini efektif? Kenapa masih banyak ditemui sebuah rumah berjejer 3 mobil sekaligus di garasinya, atau sebuah keluarga memarkir 5 sepeda motor sekaligus diterasnya? Kenapa tidak tegas saja diatur, maksimum satu mobil dan satu motor per keluarga? Ah, lagi-lagi ini masalah keberanian dan hati nurani.

Ketujuh:
Tunjukkan tauladan.

Untuk memasyarakatkan gerakan cinta angkutan umum, perlu upaya yang strategis-provokatif, dan itu harus dimulai serta dicontohkan oleh para pejabat publik. Kepala daerah (gubernur, bupati, camat) dan semua Kepala Kantor atau Kepala Departemen baik di tingkat provinsi, kabupaten, kota dan kecamatan menginstruksikan seluruh bawahannya (dan dirinya sendiri) untuk setiap hari kerja menggunakan angkutan umum dari rumah menuju kantor/lokasi kerja (dan sebaliknya). Kendaraan dinas hanya boleh di parkir di kantor, tidak boleh dibawa pulang dan digunakan hanya untuk keperluan tugas resmi. Apa mungkin bisa diterapkan? Mungkin saja bila hal ini tidak bertujuan untuk kampanye politik belaka, sebagaimana yang dipamerkan beberapa public figure untuk keperluan pencitraan belaka.

Kedelapan;
Perkuat koordinasi antarlembaga.

Yang terakhir adalah tugas besar bagi para pemimpin untuk mempererat koordinasi diantara semua sektor terkait. Gubernur DKI yang baru nanti harus utamanya memerankan fungsi penggerak, motivator dan inspirator dalam menyelesaikan problem kemacetan. Ia harus benar-benar tegas namun tetap bijaksana dalam mempimpin penyelesaian masalah kemacetan. Tidak perlu membuat tim atau komisi khusus, apalagi PanJa (Panitia Kerja), karena sudah ada Polantas, Perhubungan, Perpajakan, Dinas PU, JasaMarga, BUMN/D terkait, dan lain sebagainya. Cukup dengan kemauan keras, kerja nyata, pengawasan ketat dan koordinasi yang efektif, serta sekali lagi; kepemimpinan yang visioner-inspiratif. Semoga..!

Penulis adalah praktisi perhotelan dan pegiat pariwisata

6 comments:

Anonymous said...

sebagai warga jakarta yg setiap hari berkutat dengan kemacetan, ulasan yg dipaparkan sangat inspiratif. dan mengilhami saya untuk lebih selektif dalam memilih dan menentukan calon pemimpin kota Jakarta ini. Lupakan ras, suku atau apapaun yg membedakan kita. Tuhan menciptakan kita sama.Setiap WNI punya hak untuk memimpin kota Jakarta.
Mari kita cari pemimpin yg jujur, pintar dan bertanggung jawab.kedepankan hasil nyata, bukan janji dan slogan semata.

raybanoutlet001 said...

yeezy boost 350 white
ugg boots
ralph lauren uk
ray ban sunglasses
ugg boots
jordan shoes
michael kors outlet
fitflops sale
coach outlet
air jordan uk

adidas nmd said...

michael kors handbags
canada goose
patriots jerseys
kansas city chiefs jerseys
jordan shoes
new york knicks jersey
coach outlet store online
jordan shoes
eagles jerseys
armani outlet

raybanoutlet001 said...

chicago bulls
cheap nike shoes
prada shoes
packers jerseys
valentino shoes
ralph lauren outlet
hugo boss sale
canada goose outlet
green bay packers jerseys
jordan shoes

raybanoutlet001 said...

zzzzz2018.5.15
pandora charms
pandora jewelry
michael kors uk
giuseppe zanotti
nike huarache
coach outlet
nike outlet
browns jerseys
converse trainers
cheap snapbacks

Unknown said...

qzz0609
thunder jerseys
football shirts
ugg outlet
jordan shoes
oakley sunglasses
polo outlet
uggs outlet
pandora charms
bcbg dresses
jimmy choo sunglasses